Kuau adalah unggas yang tergabung dalam marga Argusianus. Terdapat dua jenis kuau: kuau raja (Argusianus argus) dan kuau bergaris ganda (Argusianus bipunctatus). Keduanya berasal dari Kepulauan Nusantara. Kuau bergaris ganda tidak pernah ditemukan di alam, deskripsinya didasarkan pada sejumlah bulu yang dikirim ke London dan dipertelakan pada tahun 1871. IUCN memasukkannya dalam status punah.
Selain untuk Argusianus, nama kuau juga diberikan pada kuau kerdil Malaya (Polyplectron malacense). Untuk kuau yang satu ini, statusnya dalam IUCN adalah rentan/VU.
Karakteristik
Burung ini mudah dikenali karena memiliki tubuh yang indah dan spesifik. Tubuh yang jantan lebih besar daripada betina. Beratnya adalah 11,5 kg dan panjangnya adalah 2 meter. Umumnya, berwarna dasar kecoklatan dan dengan bundaran kecoklatan. Kulit disekitar kepala dan leher kuau jantan berwarna kebiruan. Bagian belakang jambul betina, ditumbuhi jambul yang lembut. Warna kaki kuau betina kemerahan dan tidak mempunyai taji/susuh.Suara burung kuau terdengar hingga lebih dari 1 mil.
Habitat
Burung ini suka hidup di kawasan hutan, mulai dari dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 1300m di atas permukaan laut. Penyebaran burung ini adalah di Sumatra dan Kalimantan. Juga terdapat di Asia Tenggara.Mereka jarang dijumpai di hutan sekunder dan bekas tebangan sampai ketinggian 1.300 meter dpl.
Makanan
Makanannya terdiri dari buah-buahan yang jatuh, biji-bijian, siput, semut dan berbagai jenis serangga. Burung ini juga suka mencari sumber air untuk minum sekitar jam sebelas siang
Burung Kua Raja, pernah dianggap punah kini ditemukan kembali
Mungkin belum banyak yang mengenalnya, namun burung Kuau Raja adalah salah satu jenis satwa yang mengalami kebangkitan setelah sempat dianggap punah. Burung Kuau Raja, juga dikenal sebagai Great Argus, adalah spesies burung yang berasal dari Sumatera Barat.
Burung ini menonjolkan keindahannya melalui pola bulu dengan ratusan corak bulat kecil yang menyerupai mata di sayapnya. Burung Kuau Raja memiliki warna coklat cerah yang mempercantik penampilannya. Ini adalah bagian dari keluarga Argusianus argus atau Great Argus.
Burung ini dianggap punah punah, namun kehadiran mereka yang misterius telah memicu minat para peneliti dan pengamat alam. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi kehidupan, karakteristik, dan fakta menarik tentang burung Kuau Raja, serta upaya pelestariannya yang sedang berlangsung.
Ciri-Ciri Burung Kuau Raja
Burung Kuau Raja, unggas eksotis yang berasal dari Sumatera, memiliki sejumlah ciri fisik yang membedakannya dari jenis burung lainnya. Salah satu ciri mencolok dari Kuau Raja adalah ketidakmampuannya untuk terbang jauh. Meskipun demikian, mereka tetap memiliki kemampuan berlari dengan sangat cepat. Burung Kuau Raja juga dikenal dengan kemampuannya untuk melompat dari satu pohon ke pohon lain. Keterampilan melompat ini membantu mereka dalam mencari makanan di lingkungan daratan.
Burung Raja tidak membuat sarang di atas pohon seperti kebanyakan burung lainnya. Sebaliknya, mereka membuat sarang di lingkungan daratan yang rindang. Pilihan ini memudahkan mereka dalam mencari makanan, seperti semut, hewan siput, dan biji-bijian yang dapat dijangkau dengan mudah. Dalam ekosistemnya, Raja berperan penting sebagai pemangsa yang membantu mengendalikan populasi serangga di lingkungan hutan.
Selain itu, Kuau Raja memiliki ciri fisik khusus yang membedakannya. Mereka memiliki bulu berwarna coklat kemerahan yang mempercantik tampilan mereka. Kulit kepala burung ini juga memiliki corak biru yang menambah daya tarik visual. Dalam hal ukuran, burung Raja adalah salah satu burung terbesar di dunia.
Jantan dewasa bisa mencapai berat hingga 10 kilogram dan memiliki panjang sekitar 200 cm. Sementara itu, betina dewasa memiliki bulu sekunder di sayap yang lebih pendek dan motif bulu yang cenderung kurang bervariasi dibandingkan dengan burung jantan. Semua ciri fisik ini membuat Burung Kuau Raja menjadi salah satu spesies burung yang menarik dan unik dalam biodiversitas Indonesia.
Jadi Ikon Provinsi Sumatera Barat
Burung Kuau Raja telah menjadi ikon Sumatera Barat dengan sejumlah keputusan dan penghargaan yang menegaskan statusnya sebagai representasi khas daerah tersebut. Dilansir dari Merdeka.com, keputusan ini didasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 48 tahun 1989 yang menjelaskan pedoman penetapan identitas flora dan fauna daerah. Dalam konteks ini, Burung Kuau Raja diangkat sebagai maskot atau ikon fauna dari Sumatera Barat, bersama dengan pohon andalas, yang juga dijadikan maskot flora daerah tersebut.
Selain statusnya sebagai ikon provinsi, Burung Raja juga pernah diabadikan dalam serangkaian perangko Indonesia yang dirilis pada 15 Juli 2009, dengan tema “Burung Indonesia: Pusaka Hutan Sumatera.” Keberadaannya sebagai bagian penting dari kekayaan alam Sumatera Barat turut dihargai melalui penggunaan gambar Burung Raja dalam perangko ini.
Prestasi lain Burung Kuau Raja adalah saat diangkat sebagai maskot dalam perayaan Hari Pers Nasional 2018 yang diselenggarakan di Padang, Sumatera Barat, pada 8 Februari 2018. Penunjukan Kuau Raja sebagai maskot dalam acara nasional ini menegaskan kembali keberadaannya sebagai simbol penting Sumatera Barat.
Bahkan lebih menarik, burung ini juga memiliki sejarah panjang yang mencakup dunia internasional. Gambar Burung Raja, dengan ciri khasnya sedang mengepakkan kipas raksasanya, diabadikan dalam buku karya Charles Darwin yang berjudul “The Descent of Man” yang diterbitkan pada tahun 1874. Ini menunjukkan bahwa Burung Kuau Raja telah dikenal di dunia ilmiah sejak lama dan menjadi ikon yang memikat bagi banyak orang. Semua ini menjadikan Burung Raja sebagai simbol khusus dari kekayaan alam Sumatera Barat dan mewakili kepentingan konservasi satwa liar di wilayah tersebut
Diyakini Dapat Mendeteksi Gempa
Kuau Raja atau Great Argus (Argusianus argus) telah lama dikenal dalam kepercayaan masyarakat di Sumatera Barat sebagai hewan yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi gempa. Dari sumber yang sama dijelaskan bahwa burung ini memiliki insting alam yang memungkinkannya merasakan gempa kecil sebelum terjadinya gempa besar. Kemampuan ini dijelaskan sebagai tindakan yang tidak biasa yang ditampilkan oleh Kuau Raja.
Salah satu laporan yang mempopulerkan keyakinan ini datang dari Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumatera Barat pada tahun 2017, Yeflin Luandri. Dia menyatakan bahwa Kuau Raja mampu memprediksi terjadinya gempa bahkan tsunami. Menurutnya, burung ini dapat merasakan tanda-tanda awal gempa dan secara insting menunjukkan perilaku yang tidak biasa sebelum terjadinya bencana gempa besar. Namun, penting untuk dicatat bahwa klaim ini belum didukung oleh penelitian ilmiah yang komprehensif.
Pernyataan serupa juga tercatat dalam buku “Ensiklopedia Hewan Asli Indonesia Yang Punah,” yang mengklaim bahwa Kuau Raja dapat merasakan gempa besar yang akan terjadi dua hari kemudian. Namun, pernyataan semacam ini perlu dicermati dengan hati-hati, karena hingga saat ini, belum ada penelitian yang mengkonfirmasi secara ilmiah kemampuan Raja dalam mendeteksi gempa.
Sehingga, meskipun terdapat klaim dan keyakinan yang mendukung bahwa Raja memiliki kemampuan ini, kita harus ingat bahwa hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang memvalidasi klaim ini. Kajian lebih lanjut dan penelitian yang lebih mendalam diperlukan untuk memahami apakah Raja benar-benar memiliki kemampuan unik untuk merasakan gempa atau apakah ini lebih merupakan legenda atau cerita rakyat yang berkembang di masyarakat setempat.
Dianggap Punah hingga Ditemukan Lagi di Aceh
Burung Kuau Raja adalah spesies yang pernah dianggap punah dan merupakan salah satu burung langka yang berasal dari Indonesia, khususnya Sumatera. Penyebab langkanya burung ini berkaitan dengan aktivitas manusia, terutama perusakan hutan dan perburuan liar yang tidak terkendali. Kuau Raja memiliki kepekaan yang tinggi terhadap gangguan dan kerusakan habitat alaminya, yang berdampak pada penurunan populasi mereka. Hewan ini memiliki suara khas yang sering dijelaskan sebagai “ku-wau” yang terdengar setiap 15-30 detik.
Situasi ini menjadi perhatian serius bagi para pelestari alam dan hewan di Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat melakukan tindakan-tindakan penting untuk mencegah kepunahan burung Kuau Raja. Mereka melakukan pendataan untuk memantau populasi dan mendukung pelestarian spesies ini. Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa digunakan sebagai dasar hukum untuk melindungi Kuau Raja dan spesies lainnya di Sumatera Barat.
Kejutan terjadi ketika sebuah tim peneliti di Aceh berhasil menemukan burung Kuau Raja yang telah lama dianggap punah. Penemuan ini merupakan pencapaian yang signifikan dalam konservasi hewan di Indonesia. Mereka menemukan satu ekor jantan Kuau Raja di pemukiman warga dan ladang perkebunan sawit. Penemuan ini menunjukkan bahwa spesies yang dianggap punah masih bisa ditemukan jika ada upaya yang cukup.
Tim tersebut merencanakan untuk memindahkan burung tersebut ke habitat alaminya yang lebih luas, di mana ia dapat hidup bebas dan berkontribusi pada pelestarian spesies ini. Setelah berhasil memindahkan burung Kuau Raja, mereka melepasya kembali ke alam liar di Aceh Utara, memberikan harapan baru bagi pelestarian spesies ini.
Penemuan ini menjadi pengingat bahwa dengan upaya dan perhatian yang tepat, beberapa spesies yang dianggap punah masih dapat diselamatkan, dan kita harus berkomitmen untuk melindungi satwa liar dan lingkungan alam mereka.